Aksi jual surat utang Eropa bisa memperburuk kondisi ekonomi global
Tindakan investor global yang menjual surat utang negara‐negara dan korporasi Eropa memicu risiko pembatasan kredit. Bila pembatasan kredit ini terjadi maka bakal ada efek lanjutan yang memperburuk kondisi perekonomian Eropa. Vice Chairman BlackRock Peter R. Fisher menilai, penjualan surat utang Eropa bakal mendorong biaya penerbitan surat utangnaik, pemangkasan anggaran yang lebih besar dan pertumbuhan ekonomi akan semakin melambat. Menurutnya, jika tren ini terus berlangsung maka yang akan paling terkena dampaknya adalah bank‐bank Eropa karena mereka kesulitan memperoleh dana pembiayaan sesuai target. Para investor global mulai melepas dan menjauhi surat utang negara dan bank Eropa. Tindakan ini dipicu atas kekhawatiran negara dan perusahaan Eropa tidak mampu melunasi surat utang yang jatuh tempo. Salah satu aksi jual dilakukan oleh Kokusai Asset Management, perusahaan investasi asal Jepang.
Pada awal November 2011 ini, Kokusai telah melepas surat utang Italia sebesar US$ 1 miliar. Tindakan ini juga diikuti oleh Royal Bank of Scotland dan lembaga dana pensiun di Belanda. Dalam beberapa hari terakhir, keduanya sangat agresif menjual surat utang negara‐negara Eropa. Pada saat bersamaan, institusi Amerika Serikat juga menarik kembali pinjaman kepada bank‐bank Eropa yang telah jatuh tempo. Vanguard misalnya. Perusahaan ini memutuskan pinjaman uangnya ke Rabobank di Belanda sebesar US$ 300 juta berakhir dan kemudian memindahkan uang itu keluar dari Eropa. Padahal, peringkat utang Rabobank adalah AAA‐ dan dianggap sebagai salah satu bank terkuat di dunia. Head of Money Market Vanguard mengatakan, penarikan pinjaman ini lantaran krisis utang Eropa sangat sensitif. "Ketika suara semakin keras lebih baik melihat dari pinggir lapangan ketimbang tetap berada dalam permainan," katanya. Alhasil, aksi menjauh para investor global ini melambungkan imbal hasil (yield) surat utang negara‐negara Eropa. Imbal hasil surat utang Spanyol yang bertenor 10 tahun misalnya hampir mencapai 7%. Angka ini merupakan tertinggi selama ini. Kenaikan imbal hasil ini otomatis memperbesar biaya penerbitan surat utang. Spanyol harus merogoh kocek tambahan sebesar 1,8 miliar euro atau sekitar US$ 2,4 miliar per tahun. Sementara Italia, menurut hitungan Barclays Capital, setiap kenaikan 1% imbal hasil maka harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 6 miliar euro atau sekitar US$ 8 miliar per tahun. Sehingga mau tak mau, negara‐negara Eropa ini akan memangkas anggaran untuk menambal biaya tambahan tersebut. Jika mengabaikan respon pasar surat utang itu, negara‐negara Eropa ini bakal kesulitan memperoleh pinjaman
dan membayar utang mereka. Fisher mengatakan, penghematan anggaran belanja ini akan memicu kontraksi ekonomi lanjutan di dalam negeri negara‐negara tersebut. "Ini efek spiral yang mengerikan," kata Fisher yang juga bekas pejabat senior Kementerian Keuangan pada masa pemerintahan Bill Clinton.
Sumber: Sabtu, 19 November 2011 | 14:44 oleh Edy Can, New York Times
No comments:
Post a Comment